Showing posts with label Kesehatan Mental. Show all posts
Showing posts with label Kesehatan Mental. Show all posts

Thursday 6 November 2014

Terapi Lumba-Lumba Untuk Diabetes?

Terapi Lumba-Lumba

Sudah bertahun-tahun beberapa ahli menemukan metode penyembuhan untuk pasien autis. Autis merupakan suatu kelainan terhadap diri seseorang. Penyembuhan autis tidak dilakukan dengan media obat medis melainkan dengan terapi kejiwaan. Para ahli menemukan formula yang dapat menyembuhkan pasien autis dengan terapi music, okupasi, wicara, dan tingkah laku. Namun belakangan muncul metode baru melalui binatang air, lumba-lumba. Namanya terapi lumba-lumba. 

Mamalia yang hidup di air ini memiliki gelombang suara dengan frekuensi tertentu. Para ahli menemukan fakta bahwa getaran-getaran daru sonar tersebut mampu merangsang otak manusia untuk mempSudah bertahun-tahun beberapa ahli menemukan metode penyembuhan untuk pasien  autis. Autis merupakan suatu kelainan terhadap diri seseorang. Penyembuhan autis tidak dilakukan dengan media obat medis melainkan dengan terapi kejiwaan.

Para ahli menemukan formula yang dapat menyembuhkan pasien autis dengan terapi music, okupasi, wicara, dan tingkah laku. Namun belakangan muncul metode baru melalui binatang air, lumba-lumba. Namanya terapi lumba-lumba.

Mamalia yang hidup di air ini memiliki gelombang suara dengan frekuensi tertentu. Para ahli menemukan fakta bahwa getaran-getaran daru sonar tersebut mampu merangsang otak manusia untuk memproduksi energy yang ada dalam tulang tengkorak, dada, dan tulang belakang pasien.

Energi itu membentuk keseimbangan antara otak kanan dan kiri yang mampu meningkatkan neurotransmitter. Hasilnya terapi lumba-lumba yang diaplikasikan untuk manusia dapat meningkatkan kemampuan bicara dan keahlian motorik anak autis.

Terapi Lumba-Lumba Untuk Atasi Diabetes


Telah banyak dibuktikan oleh para ilmuan melalui risetnya bahwa lumba-lumba selain untuk terapi autis juga bisa mengatasi penyakit diabetes. Hewan mamalia air ini terbukti tahan terhadap insulin.

US National Marine Mammal Foundation menyatakan bahwa lumba-lumba jenis hidung botol bahkan mampu mengubah ketahanan terhadap insulin menyala dan mati. Mereka bisa melakukan ini saat makan, memungkinkan untuk mengatasinya dengan protein tinggi, diet rendah karbohidrat ikan.

Produksi energy yang ada dalam tulang tengkorak, dada, dan tulang belakang pasien. Energi itu membentuk keseimbangan antara otak kanan dan kiri yang mampu meningkatkan neurotransmitter. Hasilnya terapi lumba-lumba yang diaplikasikan untuk manusia dapat meningkatkan kemampuan bicara dan keahlian motorik anak autis. 

Cara Terapi dengan Lumba-Lumba 


Dr David Nathanson, Ph.D seorang ahli zoologi telah mengembangkan terapi dengan lumba-lumba di The Dolphin Human Therapy Center Florida, Amerika Serikat. Ia mempraktikkan pada awal 1980-an dengan menyuruh pasien untuk berenang bersama lumba-lumba terlatih. Pasien diminta melakukan interaksi dengan lumba-lumba seperti menyentuh, member makan, hingga mengelus. Hasilnya sangat mencengangkan, 95% pasien mengalami keberhasilan. Enam tahun setelahnya fakta itu tersebar melalui media masa hingga tersebar keluar Amerika. 

Di Indonesia meskipun banyak memiliki spesies lumba-lumba tapi masih jarang ditemukan yang khsusu untuk kebutuhan terapi. Untuk itu para pelaku pasar membuat terapi lumba-lumba dalam bentuk CD. Sistemnya gelombang sonar yang dihasilkan lumba-lumba direkam lalu diperbanyak. Hasilnya berbeda dengan terapi langsung di kolam renang. Terapi Lumba-Lumba Untuk Atasi Diabetes Telah banyak dibuktikan oleh para ilmuan melalui risetnya bahwa lumba-lumba selain untuk terapi autis juga bisa mengatasi penyakit diabetes.

Hewan mamalia air ini terbukti tahan terhadap insulin. US National Marine Mammal Foundation menyatakan bahwa lumba-lumba jenis hidung botol bahkan mampu mengubah ketahanan terhadap insulin menyala dan mati. Mereka bisa melakukan ini saat makan, memungkinkan untuk mengatasinya dengan protein tinggi, diet rendah karbohidrat ikan.

Monday 18 August 2014

Orang Tua Sadis Menurun Pada Anak


Salah satu karakteristik orang yang menderita gangguan kepribadian antisosial adalah berbohong dan melakukan kejahatan, seperti pencurian dan sebagainya. Orang dengan gangguan ini memiliki tingkat kecemasan rendah ketika berhadapan dengan situasi yang mengancam. Dia tidak merasa bersalah ketika melakukan sesuatu yang salah dan agresif. Agresifitas dan mudah tersinggung ketika berhadapan dengan orang lain ditunjukkan dengan melibatkan diri dalam perkelahian fisik dan menyerang orang lain berulang-ulang. Mungkin ia menganiaya pasangan atau anak-anak.

Ada beberapa hal yang membuat seseorang memiliki gangguan perilaku antisosial yakni, genetik, lingkungan, dan pendidikan. Orang tua yang memiliki gangguan antisosial, ada kemungkinan anaknya akan memiliki kepribadian yang sama. Ada penurunan sifat ayah ke anak. Namun, tidak semua anak akan mewarisi sifat yang sama juga. Faktor lingkungan juga merupakan salah satu yang mempengaruhi. Lingkungan tidak mempengaruhi 100 persen, tetapi jika orang tersebut dibesarkan dalam lingkungan kekerasan, kasar, sadis dan sejenisnya, secara tidak langsung akan mempengaruhi dan ada unsur meniru atau belajar.

Demikian juga dengan pendidikan. Pendidikan yang paling dasar adalah dari orang tua. Jika orang tua asuh kasar, keras, dan tidak menghormati pola pendidikan seperti itu akan membuat anak-anak tumbuh menjadi sadis kepada orang lain. Banyak faktor yang saling terkait dan sangat kompleks.

Masalahnya adalah, orang-orang dengan gangguan kepribadian antisosial tidak mudah dikenali. Orang yang memiliki gangguan kepribadian antisosial disebut psikopat dan sosiopat. Secara fisik psikopat dan sosiopat tidak memiliki masalah. Namun, ia sering menyakiti orang lain di sekitarnya. Ini hanya akan diketahui setelah pelaku melakukan tindak pidana.

Masyarakat setidaknya memeriksa latar belakang orang lain. Terutama untuk menjadi pasangan hidup, agar kekerasan dalam rumah tangga dapat dihindari. Pelaku kekerasan dalam rumah tangga tidak bisa pulih sebelum mendapatkan pengobatan yang tepat. Meskipun pelaku berjanji tidak akan mengulangi kekerasan lagi. Psikopat tidak bisa dipercaya.

Referensi:
dr Hendro Riyanto SpKJ